
Kesenjangan ekonomi yang terjadi di tanah air sangat memprihatinkan dan merupakan fenomena umum. Hal ini dapat dilihat di sekeliling kita dan pemberitaan media massa maupun dari media elektronik. Faktor penyebab terjadinya hal tersebut adalah karena ketidakadilan dan ketidakseimbangan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan. Sebab ketidakseimbangan distribusi pendapatan merupakan sumber konflik individu dan sosial. Kemiskinan yang diderita oleh masyarakat juga tidak sepenuhnya tergantung pada hasil produksi, tetapi juga tergantung pada distribusi pendapatan yang tepat. Sebab jika distribusi kekayaan tidak tepat maka sebagian besar kekayaan akan masuk ke kantong para kapitalis, sehingga imbasnya adalah banyak masyarakat yang menderita kemiskinan dan kelebihan kekayaan negara tidak mereka nikmati.
Islam hadir memberikan solusi untuk meminimalkan kesenjangan yang terjadi antara yang miskin dan yang kaya dengan cara distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata. Sejalan dengan fokus teori distribusi pendapatan agar dapat mengatasi distribusi pendapatan nasional di antara berbagai kelas masyarakat menengah ke bawah, terutama menjelaskan fenomena semakin melebarnya jurang pemisah antara rakyat miskin dan kaya. Sebab titik berat dalam pemecahan problem ekonomi adalah bagaimana menciptakan mekanisme distribusi ekonomi yang adil dan merata di tengah masyarakat. Menanggapi realita tersebut Islam sebagai agama rahmatan lil alamin diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
PENGERTIAN DISTRIBUSI
Distribusi merupakan kegiatan yang fungsinya sangat berguna bagi sektor ekonomi. Pengertian distribusi menurut definisi para ahli, yaitu suatu kegiatan penyaluran barang dan jasa yang dibuat dari produsen ke konsumen agar tersebar luas. Kegiatan distribusi dapat mendekatkan produsen dengan konsumen sehingga barang atau jasa dari seluruh Indonesia atau luar Indonesia bisa didapatkan barang dan jasa tersebut.
Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tidak sepenuhnya tergantung pada hasil produksi itu sendiri, tetapi juga pada distribusi pendapatan yang tepat Kekayaan mungkin bisa dihasilkan secara berlebihan bahkan dalam masyarakat modern dimana terdapat kekayaan yang melimpah, pembagian kekayaan itu sendiri belum merata sehingga masih banyak warga negara yang menderita kemiskinan. Semua itu disebabkan karena distribusi kekayaan yang belum tepat, dalam artian lain ada sekelompok masyarakat kehilangan hak yang seharusnya juga menjadi bagiannya.
Islam memandang bahwa pemahaman materi adalah segalanya bagi kehidupan adalah pemahaman yang keliru. Sebab manusia selain memiliki dimensi material juga pastinya memiliki dimensi non spiritual. Dalam ekonomi Islam, kedua dimensi tersebut seperti pemahaman kaum kapitalis, yang menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keadilan dalam pendistribusian ini juga tercermin dari larangan dalam Al-Qur’an, QS. Al-Hasyr ayat 7, yang isinya agar harta kekayaan tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja, tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, untuk mencapai keadilan ekonomi yang ideal dalam masyarakat, maka Islam menawarkan suatu gagasan dimana nilai atau usaha untuk menumbuhkan semangat diantara penganutnya berupa kesadaran/keyakinan bahwa bantuan ekonomi kepada sesama merupakan tabungan yang nyata dan kekal yang akan dipetik hasilnya di hari akhirat kelak.
Adapun maksud distribusi ditinjau dari segi bahasa adalah proses penyimpanan dan penyaluran produk kepada pelanggan, diantaranya sering kali melalui perantara. Oleh karena itu, dalam sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang harus dihindarkan dan langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran kekayaan kepada masyarakat yang kurang mampu. Sebagaimana juga tercermin dari nilai dasar (value based) yang terangkum dalam 4 aksioma yaitu kesatuan (unity), keseimbangan (equilibrium), kehendak bebas (free will) dan tanggung jawab (responsibility).
Penekanan Islam terhadap tauhid/kesatuan merupakan dimensi vertikal yang menunjukkan bahwa petunjuk yang benar berasal dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal ini bisa menjadi pendorong bagi integrasi sosial, karena semua manusia dipandang sama di hadapan Allah Subhanahu wa ta’ala. Manusia juga merdeka karena tidak seorang pun berhak memperbudak satu sama lain. Kepercayaan ini diyakini seluruh umat Islam, sehingga dapat mendorong manusia dengan sukarela melakukan tindakan sosial yang mendatangkan maslahat.
Dimensi horisontal Islam selanjutnya yaitu keseimbangan (equilibrium) yang menuntut terwujudnya keseimbangan masyarakat, yaitu adanya kesejajaran yang merangkum sebagian besar ajaran etik Islam, di antaranya adalah pemerataan kekayaan dan pendapatan, keharusan membantu orang yang miskin, keharusan membuat penyesuaian dalam spektrum hubungan distribusi, produksi dan konsumsi, dan sebagainya di mana prinsip ini menghendaki jalan lurus dengan menciptakan tatanan sosial yang menghindari perilaku ekstrimitas.
Selanjutnya adalah kebebasan (free will) yaitu kebebasan yang dibingkai dengan tauhid, artinya manusia bebas namun terikat dengan batasan-batasan yang diberikan Allah. Kebebasan manusia untuk menentukan sikap baik dan jahat bersumber dari posisi manusia sebagai wakil Allah di bumi dan posisinya sebagai makhluk yang dianugerahi kehendak bebas. Sedangkan tanggung jawab (responsibility) sebagai komitmen mutlak terhadap upaya peningkatan kesejahteraan sesama manusia. Berkenaan dengan teori distribusi dalam sistem ekonomi pasar (kapitalis) dilakukan dengan memberikan kebebasan memiliki dan kebebasan berusaha bagi semua individu masyarakat, sehingga setiap individu masyarakat bebas mendapatkan kekayaan sejumlah yang ia mampu dan sesuai dengan faktor produksi yang dimilikinya dengan tidak memperhatikan apakah pendistribusian tersebut adil dan merata dirasakan oleh semua individu masyarakat atau hanya dirasakan segelintir orang. Teori yang diterapkan sistem ekonomi pasar (kapitalis) ini termasuk dzalim dalam pandangan ekonomi Islam dikarenakan teori ini berimplikasi pada penumpukan harta kekayaan pada sebagian pihak saja. Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, yang sangat melindungi kepentingan setiap warganya, baik yang kaya maupun yang miskin dengan memberikan tanggung jawab moral terhadap si kaya untuk memperhatikan si miskin. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa keadilan adalah tujuan universal yang ingin dicapai dalam keseimbangan yang sempurna.
Selanjutnya yaitu penghapusan Riba. Riba dalam bahasa Inggris diartikan dengan usury, yang berarti suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik. Sedangkan dalam bahasa Arab berarti tambahan atau kelebihan meskipun sedikit, atas jumlah pokok yang dipinjamkan. Pengertian riba secara teknis menurut para fuqaha adalah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil baik dalam utang piutang maupun jual beli. Batil dalam kegiatan ini merupakan perbuatan ketidakadilan (zalim) atau diam menerima ketidakadilan. Pengambilan tambahan secara batil akan menimbulkan kezaliman di antara para pelaku ekonomi. Dengan demikian esensi pelarangan riba adalah penegakan keadilan dan penghapusan ketidakadilan dalam perekonomian.
TUJUAN DISTRIBUSI KEKAYAAN DALAM ISLAM
Tujuan distribusi ini dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni :
- Hifzul Mujtama’ ( Menjaga Keutuhan Masyarakat)
Kelansungan keutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh proses distribusi kekayaan diantara individu dalam masyarakat tersebut, yang kuat membantu yang lemah, dimana menjaga harta kekayaan dari pendistribusian yang dilakukan oleh yang belum mampu untuk mendistribusikannya. Islam sangat menekankan agar tercipta pemerataan kekayaan di tengah masyarakat. Selain itu juga agar tidak terjadi tindak pencurian, perampokan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengakibatkan terganggunya ketentraman masyarakat.
- Hifzul Daulah (Menjaga Stabilitas Negara)
Stabilitas negara sangat tergantung kepada distribusi dalam negara tersebut. Jika negara tidak mampu menyalurkan pendapatan dan mengontrol pemerataan ditribusi kekayaan baik dalam pemerintahan maupun di tengah masyarakat maka akan terjadi kekacauan dan penindasan yang berakhir kepada tindakan main hakim sendiri, ketidakpuasan kebijakan karena yang lemah tidak mendapatkan haknya dan kesempatan untuk memperoleh pekerjaan. Oleh sebab itu, imbasnya ialah stabilitas negara terancam dan ditambah interpensi negara lain, yang menyebabkan negara itu hancur.
MEKANISME DISTRIBUSI DALAM ISLAM
Upaya untuk merealisasikan kesejahteraan dan keadilan distributif tidak dapat bertumpu hanya pada mekanisme pasar. Karena mekanisme pasar yang mendasarkan pada sistem harga atas dasar hukum permintaan dan penawaran tidak bisa menyelesaikan dengan baik penyediaan barang publik, eksternalitas, keadilan, pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan. Dalam realitas, pasar juga tidak bisa beroperasi secara optimal karena tidak terpenuhinya syaratsyarat pasar yang kompetitif, seperti informasi asimetri, hambatan perdagangan, monopoli, penyimpangan distribusi, dan lain sebagainya. Maka dari itu, diperlukan adanya peran pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kesejahteraan . Pemerintah berperan secara aktif dalam sistem distribusi ekonomi dalam mekanisme pasar Islami yang bukan hanya bersifat temporer dan minor, tetapi pemerintah mengambil peran yang besar dan penting. Pemerintah bukan hanya bertindak sebagai wasit atas permainan pasar, tetapi juga berperan aktif bersama pelaku pasar yang lain. Pemerintah akan bertindak sebagai perencana, pengawas, produsen serta konsumen bagi aktivitas pasar.
Mekanisme sistem distribusi dalam ekonomi Islam dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanisme ekonomi dan mekanisme non ekonomi :
- Mekanisme Ekonomi
Mekanisme ekonomi meliputi aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa kegiatan pengembangan harta dalam akad-akad mu’amalah, seperti membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pengembangan harta melalui investasi, larangan menimbun harta, mengatasi peredaran dan pemusatan kekayaan di segelintir golongan, larangan kegiatan monopoli, dan berbagai penipuan dan larangan judi, riba, korupsi dan pemberian suap. Pemerintah berperan dalam mekanisme ekonomi, yang secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu peran yang berkaitan dengan implementasi nilai dan moral Islam, peran yang berkaitan dengan teknis operasional mekanisme pasar, dan peran yang berkaitan dengan kegagalan pasar. Ketiga peran tersebut mengacu pada konsep al-hisbah pada masa Rasulullah sebagai lembaga khusus untuk mengontrol pasar dari praktik yang menyimpang Dengan adanya peran ini, diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan ekonomi karena posisi pemerintah tidak hanya sekedar sebagai perangkat ekonomi, namun juga memiliki fungsi religious dan sosial.
- Mekanisme Non Ekonomi
Mekanisme non ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktivitas ekonomi produktif namun melalui aktivitas non produktif, seperti pemberian hibah, shodaqoh, zakat dan warisan. Mekanisme non ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi, yakni untuk mengatasi distribusi kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya mengandalkan mekanisme ekonomi semata. Mekanisme non ekonomi juga dibutuhkan karena adanya faktor-faktor penyebab non alamiah, seperti penyimpangan mekanisme ekonomi. Penyimpangan mekanisme ekonomi, misalnya monopoli, penyimpangan distribusi, penimbunan, dan sebagainyaakan menimbulkan ketimpangan distribusi kekayaan. Untuk itu, diperlukan peran pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. Bentuk pendistribusian harta dengan mekanisme non ekonomi ini, sebagaimana dikemukakan antara lain adalah pemberian harta negara kepada warga yang dinilai memerlukan, pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh muzakki kepada mustahik, pemberian infaq, shadaqoh, wakaf, hibah dan hadiah dari orang yang mampu kepada orang yang memerlukan, pembagian harta waris kepada ahli waris, dan lain-lain.
INSTRUMEN YANG MEWUJUDKAN KEADILAN DISTRIBUSI KEKAYAAN DALAM EKONOMI ISLAM
Instrumen yang mewujudkan keadilan distribusi dalam ekonomi Islam yang pertama ialah implementasi zakat. Zakat merupakan instrumen paling efektif yang tidak terdapat dalam sistem kapitalisme maupun sosialisme. Secara ekonomi, zakat berfungsi distributif, yaitu pendistribusian kembali pendapatan dari muzakki kepada mustahik. Mekanisme non ekonomi dibutuhkan, baik disebabkan adanya faktor penyebab yang alamiah maupun non alamiah. Faktor penyebab alamiah, seperti keadaan alam yang tandus atau terjadinya bencana alam. Hal-hal tersebut akan dapat menimbulkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan terhambatnya distribusi kekayaan kepada orang-orang yang memiliki keadaan tersebut.
Penyaluran zakat akan menimbulkan terjadinya multiplier effect ekonomi pada masyarakat tidak mampu berupa peningkatan pendapatan dan daya beli. Sedangkan bagi muzakki akan mendorong motivasi ekonomi yang tinggi untuk senantiasa meningkatkan produktivitasnya agar memperoleh laba dan penghasilan yang tinggi sehingga dapat terus meningkatkan kemampuannya dalam membayar zakat lebih besar dari sebelumnya. Selain itu, zakat juga bisa mengontrol bagi muzakki dari sifat tamak, keserakahan, rakus dan sifat hedonis yang mengedepankan materi dan kemewahan.
Instrumen yang selanjutnya ialah implementasi sistem bagi hasil dan pengembangan institusi baitul mal. Instrumen penting lainnya dalam proses keadilan distribusi ekonomi adalah sistem bagi hasil. Sistem ini dapat membangun pola kerja sama dan persaudaraan antara pemilik modal dan mudharib sehingga terdapat transfer kekayaan dan distribusi pendapatan. Sistem bagi hasil akan menggiring pelakunya untuk bertindak jujur, transparan dan profesional, terutama dalam hal biaya sehingga pembagian keuntungan maupun kerugian diketahui oleh kedua belah pihak dan dibagikan sesuai kesepakatan. Di Indonesia, sistem bagi hasil tersebut dapat dikembangkan dalam bentuk Bank Syariah, BPRS dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah seperti BMT dan koperasi syari’ah.
Selanjutnya, instrumen yang menjadi pewujud keadilan dalam distribusi kekayaan ialah dengan melakukan kerja sama dalam struktur pasar bebas. Ekonomi Islam mengedepankan asas kebebasan, termasuk dalam struktur pasar dianut sistem kerja sama yang bebas. Selama kekuatan penawaran dan permintaan berjalan secara alamiah maka harga ditentukan berdasarkan mekanisme pasar sehingga hal tersebut menyebabkan tidak diperkenankannya intervensi dari pihak manapun, termasuk pemerintah. Sesuai dengan potensinya, semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan transaksi secara legal sesuai aturan syariah. Untuk itu perlu pengaturan dan pengawasan agar mekanisme pasar berjalan dengan baik dan menghasilkan harga yang adil.
PRINSIP DISTRIBUSI KEKAYAAN DALAM EKONOMI ISLAM
Prinsip utama dari sistem ini adalah peningkatan dan pembagian hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat meningkat, yang mengarah pada pembagian kekayaan yang merata di berbagai kalangan masyarakat yang berbeda dan tidak hanya berfokus pada golongan tertentu. Al-Qur’an telah menjelaskan prinsip Islam dalam surat Al-Hasyr ayat 7 yang artinya, “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang- orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukuman-Nya.”
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta fa’i berasal dari orang kafir, seperti pada kasus harta Bani Quraizhah, Bani Nadhir, penduduk Fadak dan Khaibar, kemudian diserahkan kepada Allah dan Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam, digunakan untuk kepentingan publik, tidak dibagikan kepada kaum muslimin. Diterangkan pembagian harta fa’i untuk Allah, untuk Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam, kerabat-kerabat Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib, anak-anak yatim yang fakir, orang-orang miskin yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang kehabisan perbekalan dalam perjalanan di jalan Allah. Setelah Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam wafat, maka bagian Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wa sallam sebesar 4/5 dan 1/5 dari 1/5 digunakan untuk keperluan orang-orang yang melanjutkan tugas beliau, seperti pejuang dimedan perang, para da’i dan baitul mal.
Prinsip distribusi ekonomi yang menjadi pedoman dalam sistem ekonomi Islam adalah memperbanyak produksi dan distribusi kekayaan agar sirkulasi kekayaan meningkat dan memungkinkan membawa pembagian yang adil di antara berbagai komponen masyarakat, serta tidak memusatkan modal pada sebagian kecil kelompok saja. Kekayaan itu haruslah didistribusikan kepada seluruh komponen masyarakat untuk pemberdayaan ekonomi umat, dan kekayaan itu tidak boleh menjadi suatu komoditi yang beredar secara terbatas di antara orang kaya saja.
Al-Qur’an telah menetapkan langkah-langkah dan upaya tertentu untuk mencapai pemerataan pembagian kekayaan dalam masyarakat secara obyektif. Al-Qur’an juga melarang adanya bunga dalam bentuk apapun, disamping itu juga memperkenalkan hukum waris yang memberikan batasan kekuasaan bagi pemilik harta untuk suatu maksud dan membagi kekayaannya diantara kerabat dekat apabila meninggal. Tujuan dari hukum-hukum ini ialah untuk mencegah pemusatan kekayaan kepada golongan tertentu. Selanjutnya langkah-langkah positif yang diambil untuk membagi kekayaan kepada masyarakat yaitu dengan melalui kewajiban mengeluarkan zakat, infaq dan pemberian bantuan kepada orang miskin dan yang menderita akibat pajak negara.
Prinsip distribusi yang kedua ialah prinsip menjaga hak orang lain. Dengan prinsip mendistribusikan kekayaan kepada yang berhak, maka tidak akan terjadi penguasaan terhadap hak orang lain,serta tidak akan terjadi kezaliman dan tindakan penindasan dari yang kuat kepada yang lemah.
Distribusi kekayaan merupakan penyaluran harta dari pihak yang mampu (kaya) kepada pihak yang berhak menerimanya baik melalui proses distribusi secara komersial maupun melalui proses yang menekankan pada aspek keadilan sosial agar harta terdistribusi dengan adil dan merata dan untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap individu muslim maupun untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta menjaga keutuhan masyarakat dan stabilitas negara.
Mekanisme sistem distribusi dalam ekonomi Islam dapat dibagi menjadi dua yaitu mekanisme ekonomi dan mekanisme non ekonomi. Mekanisme ekonomi meliputi aktivitas ekonomi yang bersifat produktif, berupa misalnya larangan menimbun harta, larangan kegiatan monopoli, dan lain-lain. Sedangkan mekanisme non ekonomi adalah mekanisme yang tidak melalui aktivitas ekonomi produktif namun melalui aktivitas non produktif, seperti pemberian hibah, shodaqoh, zakat dan warisan.
Di dalam distribusi kekayaan itu juga terdapat instrument yang mewujudkan keadilan dalam pendistrubusian kekayaan, diantaranya yaitu implementasi zakat, implementasi bagi hasil, dan melakukan kerja sama dalam struktur pasar bebas. Dalam pelaksanaannya pun, distribusi kekayaan ini juga menganut beberapa prinsip di antaranya ialah prinsip keadilan dan prinsip menjaga hak orang lain.
Distribusi kekayaan merupakan masalah yang sangat genting, sulit, dan rumit. Penyelesaiannya pun harus dilakukan secara adil agar bisa mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh komponen masyarakat. Berlimpahnya kekayaan nasional tidak akan bermanfaat bagi penduduk jika terjadi ketidakadilan dalam pendistribusian kekayaan dan pendapatan serta kemakmuran tidak akan pernah dapat dinikmati oleh seluruh bagian masyarakat. Prinsip distribusi yang menjadi pedoman dalam sistem ekonomi islam adalah memperbanyak produksi dan distribusi kekayaan agar sirkulasi kekayaan meningkat.
Dikarenakan distribusi kekayaan semakin terabaikan selama beberapa tahun belakangan ini, agaknya pemerintah harus lebih berperan lagi dalam mewujudkan pemerataan keadilan, mengingat masih banyak kasus salah sasaran dalam pendistribusian kekayaan atau bahkan tidak sampai kepada tangan penerima yang memang berhak. Pemerintah diharapkan bisa hadir lebih aktif lagi dan dinamis dalam sistem ekonomi tanpa merusak kekuatan pasar yang positif. Peran pemerintah dengan kekuatannya yang memaksa, menentukan aturan-aturan, mengarahkan proses distribusi dan produksi, bahkan memberikan lisensi dan hak monopoli kepada lembaga-lembaga didalam atau diluar pemerintah sendiri akan sangat membantu permasalahan ini.
Penulis:
Kusuma Ayu R
Reviewer:
Lusiana Ulfa Hardinawati, S.Ei., M.Si
Editor:
Nulido Firgiyanto
Sumber:
Agustini, Anti Wulan. (2017). Distribusi kekayaan dalam Ekonomi Syariah. Jurnal Keislaman, Kemasyarakatan, dan Kebudayaan, 18(2), 159-174.
Zakiyah, Kuni dan Widiastuti, Tika. (2017). Peran Negara dalam Distribusi Kekayaan (Perspektif Ekonomi Islam)’. Journal of Islamic Economics, 2(1), 37-52.
Holis, Mohammad. (2016). Sistem Distribusi dalam Perspekti Ekonomi Islam. Jurnal Masharif al-Syariah, 1(2), 1-14
Alang, Agung Zulkarnain. (2019). Produksi, Konsumsi, dan Distribusi dalam Islam. Journal Of Institution and sharia Finance, 2(1), 9-21.
Kalsum, Ummi. (2018). Distribusi Pendapatan dan kekayaan dalam Ekonomi Islam. Jurnal Studi Ekonomi dan Bisnis Islam, 3(1), 41-59.
Taufik, Rahmat. (2011). Konsep Pemeratan Distribusi Kekayaan Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Islam (Riau : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim)
Nurlaela, Nunung. (2017). Mekanisme Distribusi Harga secara Ekonomis dan Non ekonomis dalam Sistem Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Islam, 17, 172-180.
Ihwanudin, Nandang dan Rahayu, Annisa Eka. (2020). Instrumen Distribusi dalam Ekonomi Islam Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat. Jurnal MISYKAT, 5(1), 123-146.
Hidayat, Taufik. (2017). Konsep Pendistribusian Kekayaan Menurut Al-Qur’an. Journal of Islamic Economies. 2(1) 13-36.