
Secara etimologi, murabahah berasal dari bahasa Arab, ar-ribhu yang artinya kelebihan. Sedangkan secara terminologi, murabahah merupakan akad jual beli dalam Islam dimana terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yang harga jualnya mendapat tambahan dari harga pokoknya.
Dalam fatwa DSN MUI No.4/DSN-MUI/ IV/2000 tentang murabahah, bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melangsungkan dan meningkatkan kesejahteraan, maka bank syariah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, menjelaskan murabahah merupakan salah satu akad dalam Islam yang mana pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembelinya membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
Wahbah az-Zuhaili berpendapat jual beli murabahah itu disyaratkan beberapa macam, yaitu mengetahui harga pokok, mengetahui keuntungan, dan mengetahui harga pokok. Dari pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa murabahah dalam perbankan syariah merupakan suatu perjanjian antara penjual (bank) dengan pembeli (nasabah) dimana harga pokoknya mendapat nilai tambah untuk mendapat keuntungan, namun margin keuntungan tersebut merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak dan pihak bank harus memberitahu margin keuntungan tersebut. Adapun cara pembayarannya dapat dilakukan secara tunai pada saat jatuh tempo ataupun dengan angsuran.
Akad pembiayaan jual beli murabahah merupakan salah satu akad pembiayaan di perbankan syariah yang sering digunakan dibandingkan akad pembiayaan lainnya. Dalam praktiknya, akad murabahah pada perbankan syariah berpedoman kepada keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Berikut ketentuan murabahah pada perbankan syariah berdasarkan keputusan Fatwa DSN Nomor 04/DSNMUI/IV/2000:
- Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
- Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.
- Bank memberikan dana sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
- Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri secara sah dan bebas riba.
- Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara kredit.
- Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli beserta keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya keuntungannya.
- Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
- Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan akad tersebut, pihak bank dapat melaksanakan perjanjian khusus dengan nasabah.
- Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang menjadi milik bank.
Berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan murabahah yang bersumber dari Fatwa DSN MUI maupun PBI, menyatakan bahwa perbankan syariah benar melaksanakan pembiayaan murabahah. Namun, dalam praktiknya perbankan syariah belum dapat menerapkan model pembiayaan murabahah yang seragam karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
Terdapat tiga model atau tipe penerapan jual beli murabahah yang dilakukan perbankan syariah dalam penerapan akad murabahah yaitu sebagai berikut :
- Tipe pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap fikih muamalah. Dalam tipe ini, barang telah dimiliki terlebih dahulu oleh bank setelah nasabah mmenuhi persyaratan, bank memberitahukan harga barang baik harga pokok beserta keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai atau secara tangguh. Pada tipe ini biasanya nasabah membayar secara tangguh.
- Tipe kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Nasabah menerima barang dari supplier setelah melakukan perjanjian murâbahah dengan bank.
- Tipe ini yang paling banyak dipraktikkan oleh bank syariah. Bank melakukan perjanjian murabahah dengan nasabah (akad wakalah) kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan dibelinya. Lalu dana tersebut dipinjamkan ke nasabah dan nasabah menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini berfungsi bagi bank untuk menghindari penyalahgunaan.
Dari ketiga tipe tersebut, model penerapan akad murabahah pada perbankan syariah yang dominan dipakai ialah tipe kedua dan ketiga karena motivasi efektivitas prosedur dan juga pertimbangan efisiensi, terutama dari pengenaan pajak pertambahan nilai. Sementara pada tipe pertama jarang atau malah justru dihindari digunakan oleh bank syariah.
Contoh Penerapan Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk pengadaan barang, modal kerja, pembangunan rumah, dan lain-lain. Berikut ini beberapa contoh aplikasi mekanisme pembiayaan murâbahah dalam perbankan syariah, yaitu pengadaan barang transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli murabahah, misalnya pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan investasi untuk barang pabrik dan sejenisnya.
- Seseorang nasabah ingin membeli sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian mengajukan permohonan agar bank membelikannya. Setelah nasabah tersebut memenuhi persyaratan. Dan bank menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan untuk pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan menyerahkannya kepada nasabah. Misalnya, harga kulkas tersebut sebesar Rp 3.000.000,- dan pihak bank ingin agar mendapatkan keuntungan sebesar Rp 600.000,- Jika pembayaran angsuran selama satu tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar Rp 300.000,- per bulan. Selain memberikan keuntungan kepada bank syariah, nasabah juga dibebani dengan biaya administrasi yang jumlahnya belum ada ketentuannya.
- Kedua, modal kerja. Penyediaan barang persediaan untuk modal kerja dapat dilakukan dengan prinsip jual beli murabahah. Sebenarnya, penyediaan modal kerja berupa uang tidak terlalu tepat menggunakan prinsip jual beli murabahah. Transaksi pembiayaan modal kerja dalam bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan prinsip bagi hasil atau musyarakah (penyertaan modal). Karena, jika pembiayaan modal kerja dalam bentuk uang menggunakan mekanisme murabahah, maka transaksi ini sama dengan consumer finance (pembiayaan konsumen) dalam bank konvesional yang mengandung unsur bunga (riba).
- Ketiga, Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah). Pengadaan material renovasi rumah dapat menggunakan mekanisme jual beli murabahah. Barang-barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk barang yang dibutuhkan untuk renovasi rumah, seperti bata merah, genteng, cat, kayu dan lain-lain.
Bank Syariah dapat melaksanakan pembiayaan baik dengan ataupun tanpa adanya jaminan dari pihak yang membutuhkan dana. Hal ini tergantung pada analisis bank terhadap pihak yang membutuhkan dana, apakah nasabah layak dan dapat melunasi ataupun mengembalikan dana yang telah disalurkan oleh bank. Pada Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 diatur tentang ketentuan umum dan khusus dari Murabahah, salah satu ketentuan itu ialah Jaminan dalam Murabahah: (1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. (2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Fungsi jaminan dalam murabahah yaitu untuk menjamin pengembalian atau pelunasan pembiayaan serta margin keuntungan dalam waktu yang tepat yaitu yang telah disepakati pada awal perjanjian, maka nasabah telah terikat untuk menyerahkan jaminan dan juga membuat pengikatan jaminan kepada bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam praktiknya perbankan syariah melakukan pembiayaan murabahah dalam bentuk akad baku, yaitu nasabah sebagai penerima pembiayaan tidak diberi kesempatan untuk bernegosiasi mengenai klausula pada akad ini. Klausula baku pada pembiayaan murabahah di bank syariah tidaklah bertentangan dengan prinsip syariah. Pada pembiayaan murabahah di beberapa bank syariah telah memuat klausula yang sesuai dengan karakteristik dari pembiayaan murabahah tersebut dan telah memenuhi persyaratan yang harus ada dalam akad pembiayaan murabahah. Sebagaimana termuat dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional dan yang dirumuskan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI).
Adanya perjanjian pembiayaan mengakibatkan adanya keterikatan nasabah, karena itu bank boleh meminta jaminan kepada nasabah. Sangat pentingnya perjanjian murabahah mutlak harus menggunakan jaminan, oleh karena itu jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya atau biaya yang telah diberikan bank tersebut, bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
Di Indonesia pada umumnya bank-bank syariah menggunakan akad murabahah sebagai model pembiayaan yang utama. Dalam akad murabahah, berikut ini merupakan operasi investasi perbankan syariah, yaitu :
- Murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek, dan dibandingkan dengan sistem bagi hasil (musyarakah dan mudharabah), cukup memudahkan.
- Mark-up dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank-bank syariah.
- Murabahah menjauhkan ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari bisnis-bisnis dengan sistem bagi hasil.
- Murabahah tidak memungkinkan bank-bank syariah untuk mencampuri manajemen bisnis, karena bank bukanlah mitra nasabah sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.
- Sebaiknya, penetapan harga jual murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan menjelasakan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diinginkan. Cara yang dilakukan oleh Rasulullah ini dapat dipakai sebagai salah satu metode bank syariah dalam menentukan harga jual produk murabahah. Sehingga, secara matematis bentuk dalam menentukan harga jual (p) barang pada akad murabahah yang dilakukan oleh perbankan syariah seharusnya hanya dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu, harga dasar pembelian dari penyalur utama (x), biaya yang harus tertutupi (y), dan keuntungan wajar yang disepakati oleh pihak bank dan nasabah (z).
Penulis:
Kusuma Ayu R
Reviewer:
Lusiana Ulfa Hardinawati, S.Ei., M.Si.
Editor:
Nulido Firgiyanto
Sumber:
Lathif, Ah. Azharuddin.(2012). Konsep dan Aplikasi Akad Murâbahah Pada Perbankan Syariah.Ahkam: Vol. XII, No. 2, Juli.
FATWA DEWAN SYARI’AH NASIONAL NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang MURABAHAH
Mirawati.( 2017). Pembiayaan Murabahah : Analisis Persepsi Nasabah. Menara Ekonomi, Volume III No. 5 – April.
Riza Primadi. (2012). Makalah Analisis Fatwa DSN Tentang Murabahah. Senin (8/3/2021). https://bantuanmakalahid.blogspot.com/2012/11/makalah-khiyar-majelis.html
Khanifa, Khusna Nurma. (2015). Jaminan Akad Murabahah di Lembaga Keuangan Syariah Kajian Hukum Perdata.Az Zarqa, Vol. 7, No. 2, Desember.
Batubara, Zakaria MA. Penetapan Harga Jual Beli dalam Akad Murabahah Pada Bank Syariah. Jurnal Istihaduna (Ekonomi Kita).
Laurensius, Mrshall, Sautlan Sitanggang. (2020). OJK Sebut Perkembangan Industri Perbankan Syariah Semakin Cepat, Ini Alasannya.Selasa (9/ 3/2021). https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-sebut-perkembangan-industri-perbankan-syariah-semakin-cepat-ini-alasannya