
Larangan adanya bunga pada sistem perbankan menandakan bahwa sistem ekonomi Islam berlandaskan pada sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Quran dan Hadist. Umat islam dalam setiap aktifitas hidupnya harus selalu berlandaskan pada aturan-aturan yang sudah dibuat oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW agar selalu mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, salah satu adalah kegiatan ekonomi, artinya setiap tindak tanduk dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh kalangan muslim haruslah senantiasa berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist.
Terlepas adanya perdebatan mengenai apakah bunga diharamkan atau tidak, sebagian ulama mengatakan bunga dianggap sebagai riba yang diharamkan di dalam Al-Qur’an secara qat’i. Perdebatan mengenai diharamkan atau tidaknya bunga pada sistem perbankan telah berlangsung sejak lama.
Bunga atas utang pada dasarnya adalah riba, artinya apabila seseorang berhutang dan dibebani adanya tambahan diluar nilai hutang tersebut maka dikatakan sebagai riba. Dengan kata lain kondisi tersebut mengisyaratkan adanya tambahan yang seharusnya tidak dibenarkan. Hutang piutang seharusnya dapat memberikan banyak manfaat kepada kedua belah pihak, karena hutang adalah merupakan perbuatan saling tolong-menolong antara umat manusia. Selama kegiatan tolong-menolong dengan tujuan mencapai kebaikan maka tidak menjadi sebuah persoalan diantara keduanya. Transaksi hutang piutang demi kebajikan akan mendatangkan pahala bagi keduanya, niat baik, kejujuran, keseriusan kedua belah pihak merupakan suatu keharusan.
Ensensi dari pelarangan riba dalam Islam yaitu menghindari adanya ketidakadilan dan kezaliman dalam praktik ekonomi. Sementara riba (bunga) merupakan pemaksaan suatu tambahan atas derbitur yang dianggap sebagai pihak yeng membutuhkan pinjaman dan seharusnya ditolong, tidak diperkenankan bagi pihak yang meminjami untuk memberikan tambahan atas nilai hutang yang diberikan pada saat perjanjian hutang piutang dilakukan. Pandangan lebih luas mengenai penghapusan riba adalah penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang menimbulkan kezaliman dan ketidakadilan. Pada lingkup ini, riba tidak hanya diidentikan dengan praktik di perbankan saja.
Pelarangan riba dalam Islam secara tegas dinyatakan baik dalam Al-Qur’an maupun Hadist, dalam perspektif ekonomi, pengharaman riba setidaknya dilatarbelakangi oleh empat faktor, yaitu:
- Sistem ekonomi ribawi menimbulkan ketidakadilan. Karena pemilik modal secara pasti akan dapat keuntungan tanpa mempertimbangkan hasil usaha yang dijalankan oleh peminjam. Jika peminjam dana tidak memperoleh keuntungan maka ia akan tetap diwajibkan membayar pokok utang ditambang dengan bunga yang dibebankan atas pinjamannya.
- Sistem ekonomi ribawi merupakan penyebab utama berlakunya ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam.
- Sistem ekonomi ribawi akan menghambat investasi karena semakin tinggi tingkat bunga maka akan semakin kecil kecendrungan masyarakat untuk berinvestasi di sektor riil. Masyarakat akan memiliki kecenderungan menyimpang uang mereka di bank apabila tingkat suku bunga yang ditetapkan tinggi, hal demikian dapat berakibat pada krisis ekonomi karena terhentinya aliran modal akibat tidak adanya perusahaan atau industri yang berani meminjam uang untuk dijadikan modal apabila suku bunga yang ditawarkan terbilang tinggi.
- Bunga dianggap sebagai tambahan biaya produksi. Biaya produksi yang tinggi akan menyebabkan naiknya harga barang-barang. Naiknya tingkat harga yang pada gilirinnya akan mengundang terjadinya inflasi yang ditandai dengan melemahnya daya beli masyarakat.
Penulis:
Khalisa Fathany
Reviewer:
Lusiana Ulfa hardinawati, S.Ei., M.Si.
Editor:
Nulido Firgiyanto
Sumber:
Budiutomo, T. W. (2014). BUNGA BANK DALAM PERSPEKTIF ISLAM. Academy of Education Journal, 5(1).
Romdhoni, A. H., Tho’in, M., & Wahyudi, A. (2012). Sistem Ekonomi Perbankan Berlandaskan Bunga (Analisis Perdebatan Bunga Bank Termasuk Riba Atau Tidak). Jurnal Akuntansi dan Pajak, 13(01).
Kasdi, A. (2016). Analisis Bunga Bank dalam Pandangan Fiqih. IQTISHADIA, 6(2), 319-342.
Kalsum, U. (2014). Riba dan Bunga Bank Dalam Islam (Analisis Hukum dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Umat). Al-‘Adl, 7(2), 97-83.