Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai

Tahapan Pelarangan Riba dalam Alquran

Pelarangan riba dalam Alquran tidak serta merta langsung diharamkan. Menurut al-Maraghi[1], tahapan pembicaraan tentang riba dalam Alquran sama dengan tahapan pembicaraan khamr (minuman keras). Seiring juga dengan diturunkannya Alquran secara berangsur, ayat-ayat pelaranganan mengenai riba ada yang diturunkan semasa Rasul ﷺ masih menetap di Mekkah dan ada pula yang diturunkan setelah hijrahnya Rasul ﷺ ke kota Madinah.

Ayat mengenai riba terdapat dalam empat surah yang kemudian oleh para ahli menjadi patokan empat tahap pelarangan riba. Diturunkannya ayat-ayat tersebut juga disesuaikan dengan kondisi sosio-kultural bangsa Arab pada masa itu. Ayat-ayat mengenai pelarangan riba terdapat pada surah al-Baqarah, ali ‘Imran, an-Nisa’, dan ar-Rum. Ketiga surah pertama merupakan surah madaniyah, maka pelarangan riba yang pertama terdapat pada surah ar-Rum dan terdapat pada ayat ke-39.

Tahap pertama, pelarangan riba pada saat itu baru berupa kecaman dari Allah ﷻ terhadap praktik riba sekaligus penganjuran berzakat karena pada saat itu bangsa Arab ada sebagian yang melakukan praktik riba ada juga yang telah mempraktikan zakat. 

وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن رِّبًا لِّيَرۡبُوَاْ فِىٓ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ فَلَا يَرۡبُواْ عِندَ ٱللَّهِ ۖ وَمَآ ءَاتَيۡتُم مِّن زَكَوٰةٍ تُرِيدُونَ وَجۡهَ ٱللَّهِ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُضۡعِفُونَ

“Riba yang kamu berikan agar berkembang pada harta orang lain, tidaklah berkembang dalam pandangan Allah. Adapun zakat yang kamu berikan dengan maksud memperoleh keridaan Allah, (berarti) merekalah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” 

(Qs. ar-Rum: 39)

Pada tahap ini, Allah ﷻ tidak mengatakan pelaku riba akan mendapat siksa di akhirat kelak, melainkan baru berupa teguran bahwa riba tidak akan mendapat pahala di sisi Allah ﷻ dan justru berzakatlah yang akan menghasilkan pelipatgandaan seperti yang mereka kehendaki.

Tahap kedua, secara implisit riba telah dilarang oleh Allah ﷻ. Hal ini tertuang dalam surah an-Nisa’ ayat 160-161.

فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا * وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Disebabkan mereka memakan riba. padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”

(Qs. an-Nisa’: 160-161)

Pelarangan riba dalam tahap ini, Allah ﷻ tidak lagi hanya membandingkan perilaku riba dan dengan berzakat, melainkan Allah ﷻ juga menyejajarkan perilaku tersebut dengan dengan orang yang durhaka kepada Rasul ﷺ. Seperti yang difirmankanNya dalam ayat-ayat sebelumnya:

فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَٰقَهُمْ وَكُفْرِهِم بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَقَتْلِهِمُ ٱلْأَنۢبِيَآءَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَقَوْلِهِمْ قُلُوبُنَا غُلْفٌۢ ۚ بَلْ طَبَعَ ٱللَّهُ عَلَيْهَا بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًا * وَبِكُفْرِهِمْ وَقَوْلِهِمْ عَلَىٰ مَرْيَمَ بُهْتَانًا عَظِيمًا

“Maka (Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan), disebabkan mereka melanggar perjanjian itu, dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah dan mereka membunuh nabi-nabi tanpa (alasan) yang benar dan mengatakan: “Hati kami tertutup”. Bahkan, sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya, karena itu mereka tidak beriman kecuali sebahagian kecil dari mereka. Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa) dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina).”

(Qs an-Nisa’: 155-156)

Tahap ketiga, pelarangan riba secara eksplisit dengan penambahan istilah “ad’afan mudhaa’afah” disampaikan dengan diturunkannya surah Ali ‘Imran ayat ke-130.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً   ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

(Qs. Ali ‘Imran: 130)

Ayat tersebut turun di kota Madinah pada tahun ke-3 Hijriyah. Ayat tersebut diturunkan karena pada masa itu masyarakat Arab sering mengadakan kegiatan jual beli secara tidak tunai. Kemudian tatkala sudah jatuh tempo pembayaran sedangkan pihak yang berhutang belum mampu melunasi pembayaran, maka pemberi hutang biasanya akan memberikan opsi “ingin dilunasi atau hutangnya ditambah?” kepada penghutang. Jatuh tempo pembayaran kemudian akan ditambahkan apabila pemilik hutang memilih untuk ditambahkan hutangnya.

Tahap keempat, pada tahapan ini riba tidak lagi dilarang sebagian, namun bersifat keseluruhan baik itu berlipat ganda maupun hanya sedikit. Pelarangan tersebut terdapat dalam surah al-Baqarah: 278-279. 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ * فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللهِ وَرَسُولِهِ ۖ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسِ أَمْوَالِكُمِ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”

(Qs. al-Baqarah: 278-279)

Penulis:

Maulana Irsyad

Reviewer:

Lusiana Ulfa Hardinawati, S.Ei., M.Si

Editor:

Nulido Firgiyanto

Sumber:

[1] Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsīr al-Marāghī, jilid III, Mesir: Musthafā Bab al-Halaby, 1946, hal 49.

Ghofur, Abdul. 2016. Konsep Riba dalam Al-Qur’an. Economica. 7(1): 1-26.

Naufal, Ahmad. 2019. Riba dalam Al-Qur’an dan Strategi Menghadapinya. Al Maal : Journal of Islamic Economics and Banking. 1(1): 100-116.

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: